Meski Risiko Rendah, Pasien Emboli Paru Tetap Dirawat Inap Usai Kunjungan Gawat Darurat

Sebuah studi terbaru mengungkap fakta menarik sekaligus mengundang tanda tanya dalam praktik pelayanan kesehatan: hampir dua pertiga pasien emboli paru dengan risiko rendah tetap dirawat inap di rumah sakit setelah kunjungan ke unit gawat darurat (UGD). Padahal, secara klinis, sebagian besar dari mereka sebenarnya bisa ditangani secara rawat jalan dengan pemantauan ketat.
Temuan ini memicu diskusi di kalangan profesional medis mengenai efisiensi pelayanan, pengambilan keputusan klinis, serta kenyamanan dan keselamatan pasien.
Apa Itu Emboli Paru dan Siapa yang Berisiko Rendah?
Emboli paru atau pulmonary embolism (PE) adalah kondisi medis serius yang terjadi ketika gumpalan darah menyumbat pembuluh darah di paru-paru. Kondisi ini bisa mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan cepat. Namun, tidak semua kasus emboli paru bersifat berat.
Dalam praktik klinis, pasien diklasifikasikan berdasarkan tingkat risikonya — dari rendah hingga tinggi — dengan mempertimbangkan gejala, kondisi jantung, tekanan darah, kadar oksigen, dan hasil pemindaian.
Pasien dengan risiko rendah biasanya memiliki gejala ringan, fungsi organ vital yang stabil, dan prognosis yang baik jika ditangani secara cepat dan tepat, bahkan tanpa perawatan inap yang intensif.
Studi Ungkap Pola Rawat Inap yang Masih Tinggi
Dalam studi tersebut, para peneliti menemukan bahwa meskipun pasien tergolong risiko rendah, sekitar 60–65% tetap menjalani perawatan inap setelah kunjungan UGD. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan untuk memberikan perawatan rumah sakit, meski kondisi pasien mungkin tidak membutuhkannya secara medis.
Beberapa alasan yang mungkin mendorong keputusan rawat inap ini meliputi:
- Kekhawatiran akan potensi komplikasi mendadak
- Keterbatasan fasilitas pemantauan rawat jalan
- Kebutuhan observasi tambahan akibat faktor usia atau komorbiditas
- Kebijakan rumah sakit yang cenderung lebih konservatif
Namun, banyak ahli mulai mempertanyakan apakah pendekatan ini efisien dari sisi biaya dan kenyamanan pasien, terutama dalam sistem kesehatan yang terus didorong untuk lebih hemat biaya dan berbasis risiko.
Potensi untuk Perawatan Rawat Jalan yang Lebih Aman
Dengan kemajuan dalam pengobatan antikoagulan oral dan pemantauan klinis berbasis teknologi, banyak pakar menyatakan bahwa perawatan rawat jalan bagi pasien PE risiko rendah kini semakin aman dan layak.
Beberapa rumah sakit dan sistem kesehatan di negara maju mulai mengadopsi protokol khusus yang memungkinkan pasien emboli paru ringan untuk langsung pulang dengan pengawasan ketat melalui kunjungan follow-up, telemedisin, atau pemantauan digital.
Studi juga menunjukkan bahwa outcome klinis pasien rawat jalan tak kalah baiknya dibanding pasien rawat inap, jika protokol medis diterapkan dengan benar.
Kesimpulan: Saatnya Evaluasi Praktik Perawatan?
Temuan ini menjadi pengingat penting bahwa pengambilan keputusan klinis tidak selalu berjalan sejajar dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Walaupun tindakan rawat inap seringkali dilakukan dengan maksud protektif, penting bagi tenaga medis untuk mempertimbangkan kembali apakah pendekatan tersebut benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi pasien.
Jika sistem kesehatan mampu menerapkan pendekatan berbasis risiko yang lebih terarah, bukan tidak mungkin pasien emboli paru risiko rendah bisa mendapatkan perawatan yang lebih cepat, nyaman, dan efisien — tanpa harus menginap di rumah sakit.