Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Search Topics

Mengapa Remaja Sulit Mengakses Layanan Kesehatan Seksual Selama Pandemi?

Pandemi COVID-19 telah membawa dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor kesehatan. Salah satu dampak yang cukup memprihatinkan namun kurang mendapat sorotan adalah penurunan akses remaja terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi. Di tengah krisis global ini, kelompok remaja menjadi salah satu yang paling rentan, terutama dalam hal pemenuhan informasi, perlindungan, serta layanan kesehatan seksual yang mereka butuhkan.

Ironisnya, di saat kebutuhan akan edukasi dan layanan kesehatan seksual meningkat, penggunaan layanan ini justru lebih rendah dari yang diharapkan. Lalu, apa saja penyebabnya?

1. Pembatasan Mobilitas dan Akses Fisik

Kebijakan lockdown, pembatasan sosial, serta penutupan sekolah dan fasilitas kesehatan menyebabkan banyak remaja kehilangan akses fisik ke layanan kesehatan seksual, seperti klinik, pusat kesehatan remaja, atau layanan konseling. Bahkan layanan yang biasanya mudah diakses melalui sekolah atau komunitas pun turut terdampak karena kegiatan tatap muka dihentikan.

2. Minimnya Informasi dan Edukasi Selama Belajar dari Rumah

Biasanya, pendidikan kesehatan seksual diberikan melalui sekolah dalam bentuk pelajaran, seminar, atau program bimbingan. Namun selama pandemi, sistem pembelajaran jarak jauh jarang menyertakan materi ini secara konsisten. Akibatnya, banyak remaja kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi akurat tentang kontrasepsi, pencegahan penyakit menular seksual (PMS), atau risiko kehamilan dini.

3. Hambatan Sosial dan Stigma

Bagi banyak remaja, berbicara tentang kesehatan seksual masih dianggap tabu, bahkan dalam keluarga sendiri. Saat akses ke layanan publik dibatasi, mereka harus bergantung pada lingkungan rumah yang belum tentu suportif. Ketakutan akan penilaian negatif atau kurangnya privasi membuat mereka enggan mencari bantuan atau konsultasi, meskipun sebenarnya membutuhkan.

4. Ketidaksiapan Layanan Digital

Meski sebagian fasilitas kesehatan beralih ke layanan daring (telekonsultasi), tidak semua remaja memiliki akses internet yang memadai atau perangkat yang mendukung. Selain itu, tidak semua platform digital dirancang ramah remaja atau menjamin kerahasiaan yang mereka butuhkan, sehingga mereka enggan menggunakannya.

5. Terbatasnya Penyediaan Alat Kontrasepsi dan Obat

Pandemi juga mengganggu rantai pasok alat kontrasepsi, seperti kondom atau pil KB, yang sebelumnya dapat diakses secara mudah di klinik, sekolah, atau toko obat. Beberapa remaja pun kesulitan mendapatkan layanan seperti suntik KB atau tes kesehatan reproduksi karena prioritas tenaga medis dialihkan ke penanganan COVID-19.

6. Kebutuhan yang Meningkat, Tapi Tidak Terlayani

Ironisnya, selama pandemi, tekanan emosional, kecemasan, dan ketidakstabilan sosial membuat banyak remaja mengalami perubahan perilaku, termasuk dalam hal hubungan seksual. Namun, akses terhadap edukasi dan layanan preventif justru tidak sejalan dengan kebutuhan yang meningkat, sehingga berisiko menyebabkan lonjakan kehamilan remaja dan kasus PMS yang tidak tercatat.

Dampak Jangka Panjang yang Mengintai

Kurangnya akses terhadap layanan kesehatan seksual selama pandemi dapat membawa dampak jangka panjang, seperti:

  • Meningkatnya angka kehamilan remaja
  • Peningkatan risiko penularan PMS
  • Putus sekolah akibat kehamilan tidak direncanakan
  • Kesehatan mental yang terganggu akibat kurangnya dukungan dan edukasi

Dampak ini tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga memengaruhi struktur sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.

Apa Solusinya?

Mengatasi persoalan ini membutuhkan kerja sama antara pemerintah, institusi pendidikan, tenaga kesehatan, dan keluarga. Beberapa solusi yang dapat didorong antara lain:

  • Menyediakan layanan kesehatan seksual daring yang aman, ramah remaja, dan mudah diakses.
  • Meningkatkan edukasi seksual berbasis digital, termasuk melalui media sosial dan platform e-learning.
  • Mengintegrasikan materi kesehatan reproduksi ke dalam kurikulum pembelajaran daring.
  • Mendistribusikan alat kontrasepsi melalui saluran alternatif yang aman dan terjangkau.
  • Menghapus stigma terhadap isu kesehatan seksual agar remaja merasa nyaman mencari bantuan.