Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Search Topics

Studi Baru: Bagaimana Kita Berinteraksi dengan Pengemudi Kendaraan Jarak Jauh?

Studi mengeksplorasi bagaimana kita berinteraksi dengan pengemudi jarak jauh


Perkembangan teknologi transportasi kian pesat. Salah satu inovasi yang mulai banyak diuji coba dan dikembangkan adalah kendaraan dengan pengemudi jarak jauh atau remote driving systems. Berbeda dari kendaraan otonom (self-driving), kendaraan ini tetap dikendalikan oleh manusia—namun bukan dari dalam kabin, melainkan dari lokasi yang jauh. Hal ini menciptakan bentuk interaksi baru antara pengguna jalan dengan pengemudi yang secara fisik tidak terlihat.

Sebuah studi baru dari para peneliti bidang interaksi manusia dan teknologi mencoba menjawab pertanyaan menarik: Bagaimana sebenarnya manusia berinteraksi dengan kendaraan yang dikendalikan dari jarak jauh? Apakah perilaku kita berubah saat tahu tidak ada pengemudi di dalamnya?

Perubahan Dinamika Interaksi di Jalan

Dalam skenario lalu lintas biasa, pengguna jalan—baik pengendara lain, pejalan kaki, maupun pesepeda—sering mengandalkan kontak mata, isyarat tangan, atau gestur tubuh untuk berkomunikasi secara non-verbal dengan pengemudi. Namun ketika kendaraan tampak kosong atau tanpa sopir yang terlihat, banyak dari pola komunikasi tersebut menjadi tidak relevan atau bahkan membingungkan.

Hasil studi menunjukkan bahwa:

  • Banyak orang merasa ragu atau tidak yakin kapan harus menyebrang jika tidak ada pengemudi yang bisa diajak “berkomunikasi”.
  • Isyarat non-verbal seperti melambaikan tangan atau mengangguk tidak mendapat respons, sehingga menciptakan rasa ketidakpastian.
  • Beberapa orang bahkan menghindari kendaraan semacam ini, karena merasa kurang nyaman atau tidak percaya pada sistemnya.

Solusi: Perlu Sistem Komunikasi Baru

Para peneliti menyimpulkan bahwa jika kendaraan jarak jauh ingin diintegrasikan secara luas di masyarakat, maka perlu dikembangkan cara baru untuk “berkomunikasi” dengan pengguna jalan lain. Ini bisa berupa:

  • Lampu indikator canggih yang menyampaikan niat pengemudi jarak jauh, seperti “Saya melihat Anda” atau “Silakan menyebrang”.
  • Tampilan digital eksternal pada kendaraan, yang bisa menunjukkan respons visual terhadap gestur manusia.
  • Sistem audio dua arah yang memungkinkan pengemudi jarak jauh memberikan instruksi atau penjelasan kepada pengguna jalan di sekitarnya.

Tantangan Sosial dan Psikologis

Selain tantangan teknis, studi ini juga menyoroti aspek sosial dan psikologis. Kepercayaan publik terhadap kendaraan tanpa pengemudi yang tampak hadir masih rendah. Beberapa responden bahkan mengaku merasa “tidak aman” karena tidak bisa memastikan siapa yang mengendalikan kendaraan tersebut, atau apakah sistemnya benar-benar dapat mendeteksi mereka dengan akurat.

Studi ini menjadi pengingat bahwa teknologi bukan hanya soal fungsionalitas, tetapi juga soal rasa aman, komunikasi, dan kenyamanan pengguna. Menghilangnya kehadiran fisik pengemudi memerlukan kompensasi komunikasi yang jelas agar tercipta pengalaman lalu lintas yang tetap aman dan manusiawi.

Kesimpulan

Teknologi remote driving membuka peluang baru di dunia transportasi, terutama dalam konteks layanan logistik, kendaraan umum, atau area berisiko tinggi. Namun studi ini menegaskan bahwa interaksi manusia tetap menjadi komponen penting dalam keselamatan dan kenyamanan di jalan.

Jika kita ingin masa depan mobilitas menjadi lebih canggih, maka perlu pendekatan desain yang tidak hanya berfokus pada teknologi, tetapi juga pada bagaimana manusia berinteraksi dengannya secara intuitif.